PEMANFAATAN TEKNOLOGI PEMANFAATAN TEKNOLOGI DALAM EVALUASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN TERBUKA JARAK JAUH (PTJJ)

A.PENDAHULUAN

Sistem Pendidikan Terbuka Jarak Jauh (PTJJ) sebenarnya mempunyai aktivitas utama yang tidak berbeda dengan sistem pendidikan tatap muka, yaitu terdiri dari aktivitas mengajar dan aktivitas belajar (Belawati, 2000). Namun, karena adanya keterpisahan pelaksanaan kegiatan mengajar dan kegiatan belajar pada sistem PTJJ; pengelolaan kedua aktivitas tersebut berbeda dengan pengelolaan kegiatan belajar mengajar pada sistem pendidikan konvensional.

Evaluasi Hasil Belajar (EHB) merupakan komponen penting dalam kegiatan mengajar dan belajar. Tanpa EHB sulit untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan belajar mahasiswa. Peran EHB semakin menonjol dalam sistem PTJJ, di mana interaksi fisik antara pengajar dan mahasiswa sangat kurang dibandingkan dengan interaksi antar mahasiswa dan pengajar dalam sistem pendidikan konvensional. Dalam sistem pendidikan konvensional, EHB umumnya didasarkan pada dua elemen penting, yaitu kehadiran/keterlibatan mahasiswa dalam proses belajar di kelas dan ujian.
Di dalam sistem PTJJ (Gambar 2) di Universitas Terbuka (UT) khususnya, EHB merupakan muara dari proses pernbelajaran yang terjadi. Oleh karena itu hasil ujian sering kali merupakan tolok ukur terpenting dalam menilai keberhasilan mahasiswa. Kualitas ujian yang diselenggarakan sangat menentukan penilaian tentang keherhasilan belajar dan kualitas bahan ajar.

Kuatnya tuntutan dari kebutuhan masyarakat akan pendidikan lanjutan yang berkualitas tercermin dari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang penyelenggaraan PTJJ, yang membuka peluang bagi institusi selain UT untuk ikut berpartisipasi dalam PTJJ. Kompetensi yang terjadi antar penyelenggara PTJJ ini akan menjadi pemicu bagi setiap institusi untuk selalu meningkatkan layanan yang diberikan. Penyelenggaraan PTJJ harus dilakukan secara lebih efektif dan efisien disesuaikan dengan permintaan pasar.

Hal ini akan dapat dilakukan jika penyelenggara PTJJ seperti UT memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Makalah ini akan membahas tentang evaluasi hasil belajar (EHB) sebagai salah satu komponen dalam sistem PTJJ dan pemanfaatan teknologi dalam EHB dengan menggunakan kasus UT sebagai contoh.

B.PEMBAHASAN

1.Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi hasil belajar mahasiswa mempunyai beberapa tujuan. Sebagai institusi penyelenggara PTJJ, UT melaksanakan EHB untuk memotivasi mahasiswa agar mereka belajar lewat Tugas Mandiri (TM), untuk mengukur ketercapaian tujuan matakuliah lewat ujian akhir semester (UAS), dan untuk mengetahui ketercapaian tujuan program melalui ujian kemprehensif tertulis (UKT). Agar tujuan EHB tersebut dapat tercapai dan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk memperbaiki cara belajar mereka dan oleh UT untuk memperbaiki penyelenggaraan PTJJ-nya, maka semua kegiatan yang terkait dengan komponen EHB harus dilakukan dengam baik.

Sebelum membahas mengenai pemanfaatan teknologi dalam komponen evaluasi ini, akan dibahas secara lebih rinci setiap kegiatan yang ada dalam komponen evaluasi ini.• Pengembangan Soal Ujian Pengembangan soal ujian ini meliputi tiga kegiatan yaitu, analisis kompetensi, pengembangan kisi-kisi , dan pengembangan soal.1. Analisis Kompetensi Analisis kompetensi merupakan kegiatan menentukan kemampuan dan keterampilan (kompetensi) yang akan dibelajarkan kepada mahasiswa dalam sebuah program atau mata kuliah. Hal ini dilakukan pada saat sebuah program/matakuliah dirancang.

Berdasarkan kompetensi tersebut kemudian diturunkan tujuan-tujuan instruksional yang harus dicapai dalam sebuah mata kuliah. Dengan dilakukannya analisis kompetensi ini,dimungkinkan penggunaan penilaian acuan patokan dalam evaluasi hasil belajar dengan menggunakan kompetensi sebagai kriteria yang harus dicapai oleh mahasiswa.

2. Pengembangan Kisi-kisi

Setelah menentukan tujuan instruksional yang akan dicapai maka tahapan selanjutnya dalam EHB adalah pengembangan kisi-kisi yang mencakup penulisan dan penelaahan kisi-kisi. Penulisan kisi-kisi ini merupakan upaya untuk merencanakan ujian dengan baik dengan memperhatikan tujuan ujian, kompetensi yang hendak diukur, dan sumber daya yang tersedia. Kisi-kisi atau test blueprint ini mencakup informasi yang diperlukan untuk menulis soal ujian.

Untuk mengembangkan kisi-kisi yang mampu menghasilkan ujian yang mempunyai validitas isi diperlukan kerjasama yang baik antara pakar bidang ilmu dan ahli evaluasi. Sebagian besar dari kisi-kisi ujian UT dikembangkan dengan melakukan outsourcing ke perguruan tinggi (PT) lain untuk penulisan sedangkan penelaahan dilakukan oleh staf akademik UT yang sudah terlatih dalam EHB. Namun karena para penulis dan penelaah berada di lokasi yang berbeda maka kegiatan pengembangan kisi-kisi ini memerlukan proses yang agak lama. Oleh karena itu tidak terlalu mudah untuk mengakomodasi secara cepat perubahan yang terjadi dalam bahan ajar ke dalam kisi-kisi ujian.

3. Pengembangan Soal Pengembangan soal ujian

seperti kisi-kisi, terdiri atas dua kegiatan yaitu, penulisan soal dan penelaahan soal. Soal yang berkualitas adalah soal yang mengikuti rambu-rambu penulisan soal yang baik sehingga dapat membedakan mahasiswa yang telah mencapai tujuan dan yang belum (Jacobs & Chase, 1992; Osterlind 1989; Zainul & Nasoetion, 2001). Untuk menghasilkan soal seperti ini diperlukan keterlibatan pakar bidang ilmu yang telah dibekali dengan keterampilan menulis soal.

Sebagai institusi yang banyak memanfaatkan jaringan kerjasama, UT dalam menyediakan soal ujiannya juga mengikutsertakan dosen dari PT lainnya. Sebelum para pakar ini menulis soal biasanya mereka dibekali terlebih dahulu dengan pengetahuan dan keterampi}an untuk mengernbangkan soal jenis ujian tertentu. Oleh karena adanya jarak antara UT dan PT lainnya ini, pembekalan para penulis soal ini membutuhkan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.

Soal ujian yang telah ditulis tidak bisa langsung digunakan, tapi harus melewati proses penelaahan yang juga memerlukan waktu dan sumber daya.
• Penyiapan Bahan UjianPenyiapan bahan ujian ini terdiri dari tiga kegiatan, pengetikan soal, penggandaan bahan ujian, dan pengiriman hahan ujian ke lokasi ujian.

1. Pengetikan Soal Penyiapan bahan ujian diawali dengan pengetikan soal untuk dijadikan
naskah ujian.

Dengan jumlah matakuliah yang terus bertambah seiring dengan pembukaan program baru, maka jumlah naskah ujian yang harus disiapkan oleh UT juga bertambah untuk setiap masa ujian. institusi PTJJ seperti UT memerlukan sebuah unit tersendiri untuk menangani penyiapan bahan ujian ini. Penyiapan bahan ujian UT merupakan tugas yang diemban oleh Pusat Pengujian (Pusjian). Pengetikan soal melibatkan kerjasama antara para staf akademik sebagai perakit dan pemfinal naskah ujian dan para tenaga administratif sebagai pengetik soal.

Soal ujian yang telah ditulis dan telaah kemudian dirakit menjadi set soal. Soal yang sudah berupa set ini kemudian diserahkan kepada pengetik untuk diketik, dilengkapi dengan petunjuk, serta di layout menjadi naskah ujian. Sebelum menjadi master naskah ujian yang siap digandakan diperlukan proses editing yang cukup menyita waktu. Dengan pertimbangan keamanan penyiapan bahan ujian ini dilakukan di sebuah gedung yang agak jauh terpisah dari gedung lainnya. Namun hal ini membuat proses pengetikan soal dan editing naskah ujian menjadi agak terhambat karena memerlukan penyediaan waktu khusus staf akademik untuk berkunjung ke gedung tersebut.

2. Penggandaan Bahan UjianSetelah master naskah ujian disiapkan maka selanjutnya bahan ini
harus digandakan.

Penggandaan ini dilakukan di kantor pusat UT untuk kemudian dikirim ke unit pembelajaran jarak jauh (UPBJJ) yang ada di daerah. Oleh karena jumlah mahasiswa peserta ujian bisa mencapai ratusan ribu per matakuliah sedangkan mesin cetak yang digunakan jumlahnya terbatas dan dengan kondisi yang sudah tidak prima lagi, maka proses penggandaan inipun cukup menyita waktu dan sumber daya.

3. Pengiriman Bahan UjianBahan ujian yang sudah digandakan tadi kemudian ditata menurut
matakuliah, jam, hari, dan lokasi ujiannya.

Dengan jumlah naskah yang banyak dan tenaga yang terbatas, maka dalam penataan bahan ujian ini masih terjadi human error. Walaupun jumlah dan jenis kesalahan penataan ini selalu diupayakan untuk menurun, namun karena adanya jarak antara lokasi Ujian dan kantor UT setiap kesalahan akan berakibat terhadap kualitas penyelenggaraan ujian. Setelah penataan, bahan ujian tersebut siap untuk dikirim. Pengiriman dilakukan dengan ekspedisi darat untuk wilayah Sumatera (kecuali Bengkulu), Jawa, Bali, dan NTB. Sedangkan wilayah yang lain dikirim lewat udara sehingga beban pengiriman ini cukup menyita sumber daya UT.
• Penyelenggaraan UjianPenyelenggaraan ujian terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu penyiapan bahan, ruang dan pengawas ujian; pelaksanaan ujian; dan pengiriman hasil ujian.

1. Penyiapan bahan, ruang dan pengawas ujianKegiatan penyelenggaraan ujian dimulai dengan
penyiapan bahan ujian, ruang dan pengawas ujian.

Bahan ujian terdiri dari naskah ujian dan bahan pendukung ujian. Bahan pendukung ujian meliputi Lembar Jawaban Ujian (LJU) atau buku jawaban ujian (BJU), daftar hadir, daftar peserta ujian, dan berita acara pelaksanaan ujian. Sebelum pelaksanaan ujian, bahan ujian harus dicek terlebih dahulu, apakah naskah ujian yang diterima sesuai dengan yang akan diujikan, apakah jumlah naskah dan jumlah lembar jawaban sesuai dengan jumlah peserta ujian, dan apakah sudah tersedia format daftar hadir peserta ujian. Bahan Ujian lain yang harus disiapkan adalah pensil cadangan, penghapus, rautan, cassette player atau stop watch bila diperlukan.

Dalam memeriksa kelengkapan bahan ujian panitia ujian perlu berpedoman pada check list bahan ujian agar tidak ada bahan ujian yang terlupa belum disiapkan. Untuk Ujian listening, kelayakan cassette player dan sound system harus diuji terlebih dahulu. Sebelum pelaksanaan ujian, bahan ujian harus disiapkan di tempat yang aman untuk mencegah terjadinya kebocoran ujian.

Ruang ujian perlu dipersiapkan sedemikian rupa sehingga terdapat cukup jarak di antara tempat duduk peserta ujian untuk menghindari kerjasama antar peserta ujian dalam mengerjakan ujian. Penomoran tempat duduk diperlukan agar peserta ujian tidak dapat memilih tempat duduk yang berdekatan dengan temannya. Dengan demikian, diharapkan ujian dapat terlaksana dengan aman dan tertib.

Pemilihan ruang ujian didasarkan pada beberapa syarat, yaitu cukup terang, sirkulasi udara cukup dan kondisi ruang bersih sehingga peserta ujian merasa nyaman. Sedapat mungkin suasana di luar ruang ujian cukup tenang agar tidak rnengganggu konsentrasi peserta ujian. Kurangnya jarak antara peserta Ujian dan tidak nyamannya ruang ujian dapat mempengaruhi hasil ujian. Biasanya ruang ujian yang cukup ideal adalah ruang kelas, yang memang dirancang untuk kegiatan belajar.

Bila memungkinkan, sebaiknya dosenlah yang mengawasi ujian para siswanya. Hal ini akan menimbulkan rasa aman bagi siswa bila ada pertanyaan mengenai materi tes yang tidak jelas. Dosen juga dapat rnengamati secara langsung perilaku siswa pada saat menempuh ujian Pengawasan Ujian yang dilakukan oleh para dosen yang bersangkutan juga lebih menjamin keamanan ujian. Pada pendidikan jarak jauh (PJJ), umumnya tidak selalu memungkinkan bagi dosen untuk melakukan pengawasan ujian. Untuk itu, pengawasan ujian dilakukan oleh pengawas pengganti, yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban pelaksanaan ujian.

Di UT, umumnya pengawas ujian adalah para guru, yang memang sudah terbiasa melakukan pengawasan ujian. Agar pengawas merasa ikut bertanggungjawab untuk menjamin ketertiban dan keamanan ujian, yang notabene bukan anak didiknya sendiri, ada baiknya dilaksanakan pengarahan pengawasan Ujian oleh sebelum pelaksanaan ujian.

2. Pelaksanaan ujianAgar tidak terjadi keributan di luar ruang

Untuk menjaga ketertiban dan keamanan ujian, ada beberapa hal yang wajib dilakukan oleh pengawas ujian, yaitu antara lain: a) membacakan tata tertib ujian, b) menginformasikan waktu ujian, dan memberi tanda untuk memulai dan mengakhiri ujian.

Waktu ujian harus ditepati agar hasil ujian dapat dipertanggungjawabkan. Khusus untuk UT, hal ini juga dimaksudkan untuk menghindari kebocoran soal mengingat ujian dilaksanakan secara serentak di seluruh tempat ujian di Indonesia. Materi tes yang diujikan kepada seluruh siswa dibuat sama dengan tujuan untuk menyamakan standar pengukuran hasil belajar siswa di seluruh Indonesia. Untuk memastikan ketepatan waktu ujian, waktu ujian dimulai dan waktu ujian harus berakhir dicatat di papan tulis. Peserta ujian secara periodik perlu diberi informasi tentang sisa waktu ujian.

Selama ujian berlangsung; peserta Ujian harus diawasi dengan ketat. Pengawas berhak merrieeiksa identitas peserta ujian. Identitas yang meragukan maupun perbuatan peserta ujian atau kejadian yang dapat mempengaruhi hasil ujian perlu dilaporkan dalam Berita Acara Pelaksanaan Ujian. Misalnya, ada peserta ujian yang bekerja sama saat ujian, atau yang sibuk menerima telpon melalui handphonenya, atau yang membuka contekan. Pelanggaran ketertiban dan keamanan ujian akan menyebabkan hasil ujian kurang mencerminkan kemampuan belajar siswa yang sebenarnya. Uatuk itu sebaiknya dilakukan ujian ulang.

3. Pengiriman hasil ujian Setelah pelaksanaan ujian selesai, hasil ujian dan daftar hadir dipak dan segera diberikan kepada dosen pemeriksa untuk menjaga keamanan hasil ujian.
Di UT, setelah pelaksanaan ujian, LJU dan BJU, serta daftar hadir langsung dikirim ke UT pusat dari tempat-tempat ujian.

• Pemrosesan Hasil UjianPemrosesan hasil ujian terdiri atas proses scoring dan grading. Scoring merupakan proses pemberian skor (nilai mentah) terhadap jawaban siswa. Umumnya skor diberikan oleh dosen yang bersangkutan. Kelebihan cara ini adalah dosen segera mengetahui materi-materi yang tidak dapat dijawab oleh siswa dengan benar, sehingga dapat segera memberikan umpan balik. Bila scoring dilakukan oleh orang lain, diperlukan pedoman penskoran yang valid (terutama untuk soal uraian), dan scoring harus dilakukan oleh orang yang menguasai materi ujian serta sudah terlatih melakukan penskoran.

Scoring dapat dilakukan oleh orang yang tidak menguasai materi ujian, meskipun tetap harus dilakukan oleh orang yang terlatih dan mengacu kepada penskoran yang ada. Ketelitian tetap diperlukan, terutama dalam menggunakan pedoman penskoran dan menghitung jawaban benar. Sedangkan scoring untuk ujian objektif juga dapat dilakukan secara dengan bantuan komputer. Grading merupakan proses konversi dari nilai mentah (skor) menjadi nilai huruf (grade). Nilai huruf yang umum digunakan adalah A, B; C, D, E atau F. Proses grading dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang berdasarkan penilaian acuan norma (PAN) atau berdasarkan penilaian acuan patokan (PAP). Ada juga instansi pendidikan yang memilih menggunakan istilah Lulus (L) dan tidak Lulus (TI).

• Pelaporan NilaiSetiap institusi pendidikan wajib memberikan laporan nilai kepada siswanya. laporan nilai wa jib diberikan agar siswa mempunyai catatan kemajuan belajarnya sendiri, sehinga dapat digunakan untuk melakukan rencana studi selanjutnya. Pada tingkat perguruan tinggi, laporan nilai umumnya diberikan dalam bentuk kartu hasil studi, daftar nilai ujian atau transkrip. Laporan nilai dapat juga diberikan kepada orang tua atau instansi pemberi beasiswa yang memberikan biaya belajar kepada siswa.

Kegiatan pelaporan nilai terdiri dari dua kegiatan, yaitu pencetakan dan pengumuman hasil ujian. Pencetakan hasil ujian atau pencetakan nilai merupakan akhir dari proses penilaian. Pengumuman hasil ujian dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti dipasang di papan pengumuman, diberikan langsung kepada siswa, atau dikirimkan melalui jasa pos.

2. Pemanfaatan Teknologi Dalam EHBBerbicara mengenai masa depan evaluasi hasil belajar
PTJJ tidak bisa terlepas dari pembahasan mengenai teknologi.

Agar dapat menyelenggarakan EHB yang efektif dan efisien maka UT sebagai institusi PTJJ harus memanfaatkan teknologi yang tepat guna. Teknologi yang digunakan sekarang ini untuk menunjang pelaksanaan EHB di UT masih terbatas pada penggunaan scanner dan LAN, Berikut akan dibahas teknologi yang tersedia dan yang mungkin dimanfaatkan untuk setiap kegiatan EHB di UT.• Pengembangan Soal UjianPengembangan soal ujian di UT masih dilakukan secara konvensional dimana dilakukan pelatihan pembekalan keterampilan penulisan kisi-kisi dan soal bagi para penulis secara tatap muka. Kegiatan pembekalan ini memerlukan waktu dan sumber dana yang tidak sedikit terutama jika dilakukan di tempat yang tersebar dan lokasinya jauh dari kantor UT pusat.

Setelah kisi-kisi dan soal selesai ditulis maka perlu dilakukan penjemputan bahan ujian tadi ke tempat para penulis. Sistem pengembangan soal seperti ini menyebabkan institusi PTJJ seperti UT tidak mudah untuk memperbaharui bahan ajarnya karena akan berdampak kepada ujian yang memerlukan waktu pengembangan yang cukup lama. Agar kegiatan pengembangan ini menjadi lebih singkat dan tidak menyita sumber daya yang terlalu banyak, bisa dimanfaatkan teknologi yang sederhana seperti penggunaan video untuk pembekalan para penulis soal.

Teknologi jaringan juga dapat dimanfaatkara dimana para penulis dapat mengakses website seperti PAU-Online yang salah satu materi pelatihan adalah membuat soal ujian. Para penulis dan penelaah pun dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan fasilitas chatting di internet. Jika suatu saat nanti infrastuktur jaringan yang ada di UT memadai, maka dapat dibuat sistem pengembangan soal secara remote, di mana para penulis soal dapat mengakses fasilitas jaringan yang memungkinkan mereka menulis soal secara on-line. Tentu harus dipikirkan bagaimana menjaga keamanan sehingga tidak bisa ditembus oleh pihak yang tidak berkepentingan.

• Penyiapan Bahan UjianPenyiapan bahan ujian di UT memanfaatan teknologi LAN yang tersedia di Pusjian. Dengan satu server dan lebih kurang sepuluh terminal serta tiga printer laser, UT mempersiapkan bahan ujian untuk ribuan mahasiswa setiap semester. Oleh karena sistem pendidikan yang terbuka, rnaka UT harus rnenyiapkan naskah ujian untuk semua matakuliah yang ada. Dengan teknologi yang ada sekarang maka proses pengetikan, editing, dan penggadaan bahan ujian ini memerlukan waktu kurang lebih tiga bulan. Kegiatan ini cukup menyita waktu staf UT sehingga upaya peningkatan kualitas komponen yang lain seperti bahan ajar dan layanan bantuan belajar menjadi agak lambat.

Untuk mengatasi hal ini maka perlu dimanfaatkan teknologi komputer dalam membuat dan mengelola bahan ujian (Boekkooi-Timingga, 1989) yang dikenal sebagai Bank Soal Terkomputersasi. Pengelolaan soal ujian melalui Bank Soal ini menuntut tersedianya kumpulan soal yang sudah teruji kualitasnya. Sejak tahun 2000, UT telah mengembangkan sistem Bank Soal yang mencakup prosedur penyimpanan soal, pengkalibrasian soal, dan perakitan naskah ujian (lihat lampiran 1 dan 2). Di beberapa institusi lain seperti CITO di Belanda, sistem Bank Soalnya mencakup sampai proses pengadministsasian; penilaian; bahkan pelaporan nilai ujian (Van Theil & Zwarts, 1985).

Bank Soal UT menggunakan teknologi LAN dengan satu server dan 20 terminal, didukung oleh empat printer dan dua scanner (pada saat operasional 2005). Dengan adanya Bank Soal ini penyiapan bahan ujian setiap semester dapat dilakukan dalam waktu yang relatif cepat. Keamanan soal juga lebih baik karena akses kepada Bank Soal dibatasi dan beberapa naskah ujian paralel dapat dihasilkan sehingga akan dimungkinkan untuk memberikan soal ujian yang berbeda namun setara dalarn satu lokasi ujian.


Penggandaan bahan ujian masih mengandalkan teknologi mesin cetak yang masih sederhana. Sekarang UT sedang mempertimbangkan kemungkinan pengiriman master naskah ujian lewat teknologi jaringan sehingga penggandaan naskah menjadi tanggung jawab UPBJJ di di daerah. Dengan demikian dapat dikurangi waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk penggandaan naskah ujian ini di UT Pusat.

• Pelaksanaan UjianPelaksanaan ujian UT masih dilakukan dengan paper and pencil di lokasi yang telah ditentukan secara tatap muka, sama seperti yang dilakukan oleh institusi pendidikan konvensional. Dengan sistem yang seperti ini prinsip keterbukaan dari PTJJ agak dibatasi karena mahasiswa harus mengikuti jadwal ujian. Semua peserta ujian juga diberikan soal yang sama tanpa memperhatikan tingkat kemampuan mereka, di suatu lokasi tertentu, dan waktu yang sama. Berbagai bentuk pelanggaran ujian terjadi sebagai akibat dari kurangnya pengawasan dan soal yang seragam ini.

Untuk itu perlu dipikirkan pemanfaatan teknologi yang dapat mengurangi peluang terjadinya distorsi nilai, dan meningkatkan kualitas ujian. Dengan perkembangan dalam teori pengukuran dan evaluasi serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi maka dimungkinkan untuk menyelenggarakan ujian dengan komputer yang dikenal dengan istilah computer-based testing (CBT). Ada dua macam CBT, yaitu linear test dan adaptive test. Linear CBT terdiri atas seperangkat soal, dari yang termudah sampai yang tersukar. tanpa memperhatikan kemampuan peserta tes. Sedangkan adaptive adalah tes di mana komputer mampu memberikan soal-soal yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta tes.

Soal-soal dipilih dari sejumlah besar soal (item pool) yang dikategorisasikan sesuai materi dan tingkat kesukarannya. Oleh karena itu, jumlah soal dalam CBT biasanya lebih sedikit dari pada tes linear, tetapi cukup dapat memberikan informasi kepada institusi dan peserta tes. Soal yang diperlukan pada adaptive CBT lebih sedikit karena komputer dapat memilihkan soal-soal yang tingkat kesukarannya sesuai tingkat kemampuan peserta tes, berdasarkan jawaban-jawaban terhadap soal sebelumnya. Artinya peserta tes mendapatkan lebih sedikit soal yang tidak terlalu mudah ataupun terlalu sukar. Dengan demikian, tes diharapkan cukup menantang untuk setiap individu.

Adaptive CBT atau computerized aduptive testing (CAT) dirancang untuk setiap individu peserta tes (Wiener, 1990). Peserta tes akan diberi satu set soal yang memenuhi spesifikasi rancangan tes (kisi-kisi) dan biasanya sesuai dengan tingkat kemampuan setiap individu. Tes dimulai dengan soal-soal yang tidak terlalu sukar. Setiap peserta tes menjawab soal,-komputer akao memberikan skor. Jawaban terhadap soal tersebut akan menentukan soal yang akan ditampilkan oleh komputer selanjutnya.

Setiap menjawab soal dengan benar, peserta tes akan diberi soal yang lebih sukar. Sebaliknya, bila menjawab salah, komputer akan memilihkan soal yang febih mudah. Urutan soal disajikan tergantung pada jawaban terhadap soal-soal sebetutnnya dan pada kisi-kisi tes. Dengan kata lain, komputer diprogram untuk memberikan soal yang sesuai dengan kisi-kisi tes, sekaligus secara terus menerus mencari soal-soal yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat kemampuan peserta ujian. Dalam hal ini peserta ujian harus menjawab semua soal.

Keuntungannya, pada setiap layar hanya ditampilkan satu butir soal, sehingga peserta tes dapat berkonsentrasi untuk menjawab soal tersebut. Setelah menjawab soal, peserta ujian tidak akan dapat mengulang soal-soal sebelumnya dan mengganti jawabannya.Salah satu contoh institusi penyelenggara ujian yang telah memanfaatkan teknologi komputer adalah ETS (ETS, 2002) yang telah menyediakan ujian seperti ini untuk TOEFL, GRE dan GMAT. Peserta ujian yang tersebar di seluruh dunia dapat mengikuti ujian ini lewat teknologi jaringan.

UT dengan adanya sistem bank soal terkomputerisasi sedang menjajaki penerapan tes online yang bersifat adaptive test (tes adaptif). Untuk mendukung aplikasi tes online diperlukan infrastruktur yang mapan di tempat-tempat ujian, termasuk penyusunan rambu-rambu pengawasan ujian. Tes adaptif mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:• Tes dapat diadministrasikan pada saat siswa merasa siap menempuh ujian;• Tes dapat dilaksanakan sepanjang tahun di banyak lokasi sekaligus;• Tes dilaksanakan di tempat ujian yang nyaman, yang privasinya lebih terjaga, dan diletagkapi komputer;• Peserta tes lebih sedikit dalam satu kesempatan;• Skor sementara (Unofficial scores) langsung ditampilkan setelah tes berakhir, kecuali untuk tes uraian;• Nilai resmi (official scores) dapat diumumkan secara lebih cepat;• Tes dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa;• Soal yang dibutuhkan lebih sedikit; dan• Keamanan tes dapat ditingkatkan.

• Pemrosesan Hasil UjianProses penilaian (scoring) dengan menggunakan teknologi elektronik sudah banyak digunakan di dunia pendidikan. Untuk itu diperlukan mesin scanner dan lembar jawaban ujian (LJU), yang khusus didesain untuk scanner tersebut. Peserta ujian menjawab ujian dengan cara menghitamkan huruf-huruf atau kode-kode yang tersedia dalam LJU, dengan menggunakan pensil khusus. Setelah mesin scanner membaca LJU, kumputer secara otomatis akan melakukan scoring dan grading. Untuk tes adaptif, proses scoring merupakan bagian dari rancangan tes (ETS, 2002).

Peserta tes secara otomatis akan mengetahui skor yang telah diperolehnya. Skor yang diberikan tergantung pada jumlah soal yang dijawab dan jawaban terhadap soal yang diberikan. Soal yang diberikan oleh kumputer akan mencerminkan keberhasilan dalam menjawab soal sebelumnya dari kisi-kisi tes. Kisi-kisi tes meliputi:• tingkat kesulitan soal yang diberikan;• tipe soal yang diberikan; dan• cakupan materi tes yang sesuai.Soal yang pertama diberikan merupakan soal yang tidak terlalu sulit.

Benar tidaknya jawaban terhadap soal tersebut dan soal-soal berikutnya menentukan apakah selanjutnya peserta tes akan diberi soal-soal yang lebih mudah atau lebih sukar. Dengan demikian, peserta tes akan rnendapatkan skor-skor yang mencerminkan kebenaran jawaban terhadap setiap soal dan tingkat kesulitan setiap soal.

Bila ada dua peserta tes yang mempunyai jumlah jawaban benar yang sama, peserta tes yang merrjawab soal-soal yang lebih sulit akan mendapatkan skor yang lebih tinggi. Demikian juga, bila ada dua peserta tes mendapatkan dua set soal yang tingkat kesulitannya sama, peserta tes yang lebih cepat menjawab dan mempunyai jumlah jawaban soal benar lebih banyak akan mendapatkan skor yang lebih tinggi.

Pemrosesan hasil ujian di UT sebagian besar dilakukan dengan menggunakan komputer. Penggunaan komputer dalam proses penilaian diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih akurat secepat dan seekonomis mungkin, mengingat jumlah siswa UT yang mencapai puluhan ribu.

Setelah sampai di Pusat Pengujian, amplop hasil ujian diberi nomor batch (proses batching). Nomor batch tercatat dalam komputer. Penomoran hasil ujian ini berrnanfaat untuk mencari LJU secara mudah dan cepat bila dibutuhkan. LJU di-.scan dengan menggunakan optical .scanner. Setelah semua LJU di-scan, hasil scanning diload di komputer. Karena masih banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam menghitamkan identitas pada LJU (nama, NIM, kode mata kuliah, tanggal lahir, kode naskah) maka Pusat Pengujian melakukan editing, Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan data siswa yang salah ke suatu file pada komputer, yang disebut file jawaban salah.

Selanjutnya dilakukan proses updating, yaitu memperbaiki data identitas yang salah, sesuai data pribadi dan data registrasi siswa yang tersimpan pada komputer. Kemudian dilakukan proses scoring untuk menghitung jumlah jawaban benar dari setiap siswa. untuk ujian uraian, pemberian skor dilakukan oleh staf akadernik di fakultas. Setelah skor setiap siswa diterima dari fakultas Pusat Pengujian melakukan key-in skor ke dalam komputer laporan hasil key-in skor akan diperiksa lagi oleh fakultas untuk keperluan verifikasi nilai.


Setelah proses scoring (baik untuk ujian objektif maupun ujian uraian), sebaran nilai huruf (grade) dicetak dalam beberapa kategori kelulusan, yang disebut laporan pragmade. Fakultas akan menentukan kategori kelulusan. Penentuan kategori kelulusan dilakukan untuk seluruh siswa, tanpa membedakan status demograti siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses penilaian siswa UT sangat terstandar. Proses selanjutnya adalah melakukan grading atau proses penilaian (dengan bantuan komputer) berdasarkan kategori kelulusan yang ditentukan oleh fakultas.

Proses grading diikuti oleh proses verifikasi nilai, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan penilaian. Kemudian dilakukan pencetakan daftar nilai ujian (DNU), yang merupakan akhir dari proses pengolahan hasil ujian.
Perlu juga dijajaki penggunaan komputer dalam pemeriksaan ujian uraian karena sudah tersedia berbagai software yang dapat membaca tulisan tangan. Jika hal ini dawat dilakukan maka proses penilaian akan semakin cepat lagi karena yang sering menyebabkan nilai tertunda adalah pemeriksaan uraian yang terlambat.

• Pelaporan NilaiDi UT, laporan nilai per semester diberikan dalam bentuk daftar nilai ujian (DNU). Sedangkan laporan nilai keseluruhan selama siswa belum lulus disebut laporan Kemjuan Akademik Siswa (LKAM). DNU dicetak dengan menggunakan komputer, yang dapat dilakukan di Kantor UT Pusat maupun di setiap UPBJJ- Pencetakan DNU dapat diprograrn untuk setiap UPBJJ, setiap Program Studi, maupun setiap siswa. Bila diprograrn untuk satu UPBJJ, maka DNU untuk seluruh siswa di UPBJJ tersebut yang mengikuti ujian pada semester yang bersangkutan akan tercetak. DNU dikirimkan ke setiap siswa melalui jasa pos.

Selain melalui DNU, siswa juga dapat melihat nilai per semester melalui peragaan nilai ujian di website UT (http://www.ut.ac.id). Peragaan nilai ujian di komputer juga tersedia melalui jaringan Student Record System di UT Pusat dan di UPBJJ untuk keperluan konsultasi siswa.
LKAM juga dicetak menggunakan komputer- Pencetakan LKAM dilakukan dengan menuliskan nomor induk siswa (NIM) pada komputer, dan secara otomatis semua data nilai yang pernah diperoleh di UT akan tercetak. Pencetakan dan peragaan LKAM baru tersedia di UT Pusat.

C. PENUTUPPerubahan teknologi merupakan proses yang memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit. Untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari sebuah teknologi baru bukan saja harus dipikirkan ketepatan teknologi yang dipilih juga kesiapan orang yang akan mengelola teknologi tersebut. Dengan menyadari bahwa sistem PTJJ tidak mudah diubah karena dampaknya luas, maka perubahan terhadap sistem yang ada hendaknya memang dipersiapkan dengan matang dan terencana.

Transisi antara kedua sistem yang akan berubah ini juga harus dipikirkan dengan baik. Sistem yang dimaksud disini bukan saja mencakup perangkat keras maupun lunak tapi termasuk juga struktur organisasi yang menunjang pelaksanaan evaluasi PTJJ di UT.
Makalah ini telah membahas pemanfaatan teknologi dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar mahasiswa PTJJ dengan mengambil contoh yang dilakukan di Universitas Terbuka. EHB itu walaupun merupakan salah satu ujung tombak dari PTJJ, namun tidak bisa berdiri sendiri.

Kualitas EHB juga dipengaruhi oleh kualitas dua komponen PTJJ yang lain, bahan ajar dan layanan bantuan belajar. Semoga makalah ini dapat menjadi pemicu pemikiran kearah penyelenggaraan EHB yang lebih baik melui pemanfaatan teknologi bagi orang-orang yang terlibat atau yang akan terlibat dalam penyelenggaraan PTJJ.

DAFTAR PUSTAKA

Belawati, T. (200Q). Prinsip-prinsip pengelolaan sistem PTJJ. Makalah dibawakan dalarn Seminar Sistem Pendidikan Tinggi Terbuka Jarak Jauh, Universitas Terbuka, 25 Januari 2000.
Boekkooi-Timinga, E. (1989). Models,for Computerized Test Construction. Academisch Boeken Centrum: De Lier.
Educational Testing Services. (2002). Computer-bused testing: Arrswer’s, for- candidats testing in the US; US territories, Puerto Rico, and Canada. {URL:http/www.ets.org/ebt/dstan l fq,html].
Jacobs., L.C. dan Chase, C. 1. (1992). Developing and Using Tests Effectively. Jossey-Bass Publishers: San Fransisco.Osterlind, S.J. (1989). Constructing Test Items. Kluwer Akademik Publishers: Boston, MA.
Van Theil, C.C. dan Zwarts, M.A. (1986). Development of a Testing Service System. Applied Psychological Measurement. 10, 391-403.
Wainer, H. (1990). Computerized Adaptive Testing.- A Primer. Lawrence Erlbaum Asociates, Inc. Publishers: New Jersey.Zainul, A. dan Nasoetion. N. (2001) Penilaian Hasil Belajar, PAU-PPAI Universitas Terbuka: Jakarta.


Baca Selanjutnya...

mengembangkan materi dan strategi pembelajaran bahasa lnggris melalui Role Play guna meningkatkan keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris siswa-si

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini yang berjudul “Role Play sebagai Pembelajaran yang Efektif dan Menyenangkan dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa MTsN Model Padang dalam mata pelajaran Bahasa Inggris kelas VIII
Dalam menyelesaikan proposal penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dorongan dalam berbagai pihak. Dan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Syafril M.Pd dan Prof Dr nurtain selaku dosen pembimbing mata kuliah penelitian tindakan kelas, atas bimbingan selama perkuliahan atau diluar perkuliahan.
2. Ibuk Mareta Sari sebagai kolaborator saya dalam melakukan penelitian ini.
3. teman-teman yang telah banyak membantu saya dan memberi masukan dan kritikan demi kesempurnaan proposal penelitian ini.
4. Berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.
Penulis menyadari proposal ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan pada pembaca bersedia membarikan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan proposal ini.
Akhir nya penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Padang, 19 juni 2006

Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………........ 4
B. Rumusan Masalah ……………………………………........... 5
C. Tujuan Penelitian. ………………………………………....... 5
D. Manfaat Penelitian ………………………………………...... 5

BAB II. LANDASAN TEORI
A. Landasan teori………………………………………............. 7
B. Kerangka Konseptual. ………………………………………. 9
C. Hipotesis Tindakan ………………………………………….. 10

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian …………………………………………. 11
B. Setting Penelitian …………………………………………. 11
C. Persiapan penelitian …………………………………………. 12
D. Prosedur / Siklus Penelitian ……………………………… 12
E. Instrumen / Alat Pengumpul Data. ………………………. 13
F. Analisis dan refleksi …………………………………. 13
G. Indikator keberhasilan. …………………………………... 13
H. Jadual penelitian. …………………………………............ 14

BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data. …………………………………………….. 15
B. Analisis Data …………………………………………… 15
C. Pembahasan. ………………………………………………. 15



BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………… 27
B. Saran ……………………………………………………. 27
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kurikulum bahasa Inggris SLTP 1994 dan suplemennya menekankan keterampilan membaca (reading) pada pembelajaran bahasa Inggris di SLTP (Kurikulum bahasa Inggris, 1994). Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas banyak difokuskan pada keterampilan membaca (reading). Sementara itu, keterampilan lain utamanya keterampilan berbicara (speaking) tidak banyak mendapatkan perhatian. Apalagi adanya kenyataan bahwa keterampilan berbicara tidak diujikan dolam ulangan bersama atau dalam Ujian akhir semester. Yang terjadi selanjutnya, banyak guru yang memberi porsi secara berlebihan pada keterampilan membaca (reading), sementara kemampuan speaking siswa sangat tidak kompeten. Keadaan ini menjadikan mereka enggan berkomunikasi dalam bahasa Inggris (Yang Shuying, 1999).
Kondisi yang demikian ini terjadi di sekolah peneliti di MTsN Model Padang. Pembelajaran bahasa Inggris banyak difokuskan pada reading karena reading banyak mendominasi soal-soal ulangan, baik ulangan bersama maupun Ujian akhir semester. Disisi lain, keterampilan berbicara tidak banyak mendapatkan perhatian yang cukup. Pembelajaran keterampilan speaking disajikan sebatas pada penjelasan-penjelasan mengenai fungsi ungkapan-ungkapan bahasa, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperaktikkan ungkapan-ungkapan itu. Lebih parah lagi, bahasan-bahasan itu dikemas dalam bentuk soal-soal latihan. Tidak lain, tujuannya adalah mengkondisikan siswa pada soal-soal Ujian akhir semester. Faktor yang demikian ini menjadikan kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris tertatih tatih.
Disisi lain, penguasaan seseoranq terhadap bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi amat penting. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau bahasa kedua akan melebihi jumlah penutur aslinya (Melvia A. Hasman, 2000). Belum lagi pada tahun 2003 akan diberlakukan dua perjanjian, yaitu AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area), sementara pada tahun 2020 akan diberlakukan Perjanjian WTO.
tidak ada pilihan lain bahwa keterampilan berbicara siswa harus ditingkatkan. Mengapa keterampilan berbicara? Dari keempat keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis), keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris sangat dibutuhkan.
Guna meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa MTsN Model Padang, peneliti menggunakan Role Play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas peneliti mencoba merumuskan masalah, yaitu: bagaimana mengembangkan materi dan strategi pembelajaran bahasa lnggris melalui Role Play guna meningkatkan keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris siswa-siswa MTsN Model Padang?

C. Tujuan Penelitian
Penelilian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan materi dan strategi pembelajaran bahasa Inggris melalui Role Play guna meningkatkan keterampilan berbicara siswa MTsN Model Padang.



D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami teks bacaan
2. untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa memiliki aspek aspek kebahasaan
3. sebagai tindak lanjut bagi guru kolaborator dalam meningkatkan kemampuan kebahasaan siswa
4. bahan pertimbangan lebih lanjut bagi pihak terkait dalam meningkatkan kemampuan siswa pada khususnya



























Bab II
Kajian pustaka
A. Landasan Teori
Sebagai guru bahasa Inggris seringkali dihadapkan pada dua pilihan, mengajar bahasa Inggris untuk mengejar nilai Ujian akhir nasional atau melatih kemampuan siswa menggunakan bahasa itu sebagai bahasa komunikasi. Tampaknya pilihan pertama banyak dipilih karena selama ini tolok ukur keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris diidentikkan dengan perolehan nilai Ujian akhir nasional. Yang terjadi selanjutnya, pembelajaran di kelas monoton dari hari ke hari. Waktu belajar siswa banyak dihabiskan untuk mengerjakan soal-soal latihan.
Bagaimana dengan keterampilan berbicara siswa? Tidak ada keraguan sama sekali bahwa mereka enggan berbicara dalam bahasa Inggris. Mereka tampak merasa malu dan takut salah. Mereka memang tahu banyak tentang bahasa Inggris tapi sayangnya tidak tahu harus berbuat apa terhadap bahasa Inggris.
Salah satu upaya guna meningkatkan keterampilan berbicara siswa adalah memberikan Role Play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan English atmosphere di dalam kelas. Dalam Role Play siswa di-setting pada situasi tertentu dan saling berinteraksi bersama teman-temannya dengan menggunakan bahasa Inggris.
Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1 986). Dalam Role Play siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, Rote Play sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa Inggris (Basri Syamsu, 2000).
Dalam Role Play siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri siswa (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran bahasa menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa, siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan bahasa.
Bila mereka berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001).
Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif. Tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi (Sardiman, 2001).
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman peneliti manfaat yang dapat diambil dari Role Play adalah: Pertama, Role Play dapat memberikan semacam hidden practise, dimana siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, Role play melibatkan jumlah siswa yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, Role Play dapat memberikan kepada siswa kesenangan karena Role Play pada dasarnya adalah permainan.
Dengan bermain siswa akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000).
Peneliti juga menggunakan musik sebagai back-ground suara di dalam kelas pada saat siswa melakukan praktik bahasa. Musik yang dimakud dalam hal ini adalah jenis musik klasik, misalnya musik Mozart atau Barrogue. Musik ini berfungsi untuk mendukung lingkungan pembelajaran, merubah mental siswa dan mempengaruhi kondisi hati siswa. Dalam suasana hening, siswa biasanya merasa malu memulai pembicaraan dalam bahasa Inggris karena takut salah. Di samping itu, irama, ketukan dan keharmonisan musik dapat mempengaruhi filosofi manusia, terutama gelombang otak dan detak jantung, disamping dapat membangkitkan perasaan dan ingatan. Musik dapat membantu siswa masuk ke keadaan belajar optimal. Musik juga memungkinkan guru membangun hubungan dengan siswa.
Melalui musik, guru dapat berbicara dalam bahasa mereka (Bobby DePorter, 2000).

B. Kerangka konseptual
Pada penelitian tindakan kelas ini maka yang menjadi kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah penggunaan metode role play yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan meningkatkan hasil belajar anak. Secara skematis penelitian dapat dilihat pada gambar berikut :




















C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bahwa dengan metode bermain role play dapat meninkatkan kualitas pembelajaran dan menjadikan pembelajaran yang lebih menyenangkan bagi siswa kelas II di MTsN Model padang


























BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam mata pelajaran bahasa inggris di kelas dua MTsN Model Padang.penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif yang bertujuan meninjau dan mengungkapkan secara nyata keadaan yang ada.
Suharsimi arikunto ( 1989 : 291 ) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah “ penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel gejala atau keadaan “

B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MTsN Model Padang. Sebagai sasarannya adalah siswa kelas II (dua) 11 dengan jumlah siswa sebanyak 41 siswa.
Kondisi ruangan sekolah ini masih dianggap layak untuk dipakai, begitupun kursi atau meja belajar masih layak dipakai walaupun ada beberapa kursi yang sudah patah. Siswa siswa sekolah ini berasal dari lingkungan keluarga yang berbeda mulai dari anak yang tergolong mampu sampai anak yang digolongkan pada anak yang kurang mampu. Oleh karena itu di sekolah ini di berlakukan subsidi silang dimana anak yang tidak mampu uang SPP nya akan di subsidi oleh anak yang mampu.
Kondisi sekolah ini tergolong aman, nyaman dan tenang karena berada di daerah yang cukup jauh dari kebisingan dan aktivitas perekonomian.
Peneliti adalah mahasiswi yang berkolaborasi dengan guru bahasa Inggris, yang sudah sekitar 10 tahun mengajar bidang studi bahasa Inggris di sekolah tersebut. Sekolah ini terletak di daerah yang cukup jauh dari pusat kota tapi merupakan sekolah percontohan bagi sekolah lain yang sederajat dengannya.

C. Persiapan penelitian
Untuk mendapatkan refleksi awal, peneliti melakukan tes awal yang berbentuk tes interview. Tes awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi siswa sebenarnya tentang kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris. Setelah peneliti mengetahui gambaran awal, peneliti melakukan persiapan penelitian yang antara lain, menyusun rencana pengajaran sekaligus menyusun materi pembelajaran dalam bentuk Role Play, membuat media pembelajaran (kartu, students' worksheet, gambar, type recorder) dan membuat instrumen penelitian

D. Siklus Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang menggunakan 3 siklus , dan dalam setiap siklus terdiri dari 6 siklus kecil. Total jumlah siklus kecil dalam penelitian ini sebanyak 18 siklus kecil. Dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit. Pembagian siklus menjadi 3 siklus dimaksudkan karena setiap siklusmemiliki karakter dan tujuan yang berbeda-beda.
Siklus I memiliki karakter bahwa materi yang diberikan kepada siswa sebagian besar merupakan materi kelas I (satu), dan masih sederhana. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan sekaligus meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri siswa karena materi-materi itu pada dasarnya sudah dikenal siswa pada saat kelas 1. Siklus II, materinya dikembangkan satu tingkat grade-nya di atas materi siklus 1. Tujuan yang ingin dicapai adalah disamping untuk meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri siswa, sekaligus untuk meningkatkan fluency. Sementara itu siklus III, bobot materinya hampir sama dengan materi pada siklus II. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa, fluency dan accuracy. Topik atau tema pada masing-masing siklus dapat dilihat pada bagian selanjutnya.
Sementara itu, yang dimaksud dengan siklus kecil adalah suatu kegiatan pembelajaran yang menyajikan satu anak tema atau topik tertentu dalam satu tatap muka selama 90 menit (2 x 45 menit). Setiap siklus kecil terdiri dari empat tahapan yaitu, planing, acting, observing, dan reflecting.

E. Instrumen Penelitian
Untuk mendukung validitas, penelitian ini menggunakan instrumen-instrumen sebagai berikut; interview, questionaire, field notes, skala penilaian dan intsrumen lain berupa perangkat elektronika. Instrumen-instrumen tersebut dimaksudkan agar didapatkan triangulasi data.

F. Analisis dan Refleksi
1. Analisis data
Data yang diperoleh dari hasil test yang dilakukan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif data hasil belajar setiap kegiatan dianalisis untuk melihat perkembangannya, demikian juga data dari hasil observasi di analisis setiap kali pembelajaran yang digunakan sebagai bahan untuk tindakan berikutnya. Hasil dari analisis data ini dimasukkan dalam laporan penelitian.

2. Refleksi
Pada akhir siklus diadakan refleksi terhadap kegiatan dan hasil yang diperoleh berdasarkan obsercvasi kolaborator, catatan yang dibuat guru dan hasil tugas yang dikerjakan siswa. Hasil refleksi dijadikan pedoman tindakan pada siklus berikutnya.

G. Indikator keberhasilan
Dari semula 51% siswa yang menyatakan merasa kesulitan memahami arti kosa kata dalam Role Play, kini menjadi 31%. Ini dikarenakan kosa kata yang dipakai dalam Role Play banyak yang dikenal oleh siswa, ditambah lagi peneliti lebih banyak menggunakan gambar, realia dan mungkin gesture untuk membantu siswa memahami artinya. Dari 70% siswa pada siklus sebelumnya yang menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, kini meningkat menjadi 87%. Kondisi yang demikian ini banyak dipengaruhi oleh latihan melafalkan ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris pada siklus-siklus sebelumnya. Demikian pula yang menyatakan senang bermain Role Play, semula dari 82% meningkat menjadi 91%. Yang demikian ini karena bermain merupakan kegiatan yang disukai siswa SLTP Jadi, wajar kenaikan itu drastis. Sementara itu, jumlah siswa yang menyatakan sulit bermain Role Play kini turun, semula 41% menjadi 23%. Ini tidak lain karena siswa sudah terkondisi bermain Role Play. Mereka sudah terbiasa dengan tujuan dan aturan-aturannya. Mereka juga tahu apa yang harus diperbuat dan harus mereka katakan.

H. Jadual Penelitian
No kegiatan Minggu ke ket
I II III IV V
1 Persiapan x
2 Perencanaan siklus I x
3 Pelaksanaan siklus I dan observasi x
4 Refleksi dan perencanaan siklus x
5 Pelaksanaan siklus II dan observasi x
6 Refleksi dan perencanaan siklus III x
7 Pelaksanaan siklus III dan observasi x
8 Analisis data dan penulisan daftar laporan x x






BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas penelitian yang terdiri dari 3 sub yaitu : deskripsi data siklus penelitian dan pembahasan.
A. Deskripsi data
Deskripsi data yang akan dipaparkan berikut ini adalah data temuan dilapangan terhadap alternatif pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas 2 11 di MTsN Model Padang yang terdiri dari 1. refleksi awal 2. Siklus 1

1. Refleksi Awal
Seperti yang telah peneliti uraikan pada awal bagian penelitian ini bahwa kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa-siswa MTsN Model Padang amat kurang. Kondisi seperti ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pembelajaran sebelumnya, pada saat mereka kelas 1. Ini terbukti dari hasil interview yang dilakukan oleh peneliti didapatkan data bahwa kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris siswa rata-rata sangat rendah. Sebanyak 10% siswa dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dengan mendapatkan nilai kategori baik (siswa dapat menjawab pertanyaan dan jawabannya tetap mengacu pada pertanyaan dengan menggunakan kosa kata yang tepat, dan kesalahan struktur hampir tidak ada). Sebanyak 20% siswa mendapat nilai dengan kategori cukup (siswa dapat menjawab pertanyaan tetapi menggunakan sedikit kosa kata dan sering membuat kesalahan pada struktur, kadang-kadang jawabannya tidak mengarah pada pertanyaan). Sedangkan sisanya, sebanyak 70 % siswa mendapatkan nilai kategori jelek (Siswa tidak menjawab sama sekali karena tidak mengerti maksud pertanyaan. Atau jika paham, mereka malu dan takut menjawab).


Di bawah ini daftar topik pertanyaan yang di-interview-kan kepada siswa:
1. Giving about the name, age, address, hobby
2. Giving information about family
3. Talking about job
4. Physical description
5. Like/dislike
6. Talking about colour
7. Talking about clothes
8. Giving information about daily activity
9. Replying where people are
10. Talking about out going activity

Siklus I
PERENCANAAN
Siklus I terdiri dan 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit. Materi yang diberikan antara lain: Asking for and giving personal information 1, Asking for and giving personal information 2, Asking for and giving personal information 3, Talking about family. Counting, Asking and replying where things are.
Langkah-langkah yang ditempuh antara lain:
a. Membuat setting Role Play agar tampak sebagaimana mestinya. Misalnya, menjelaskan kepada siswa peran apa yang akan dimainkan. Di sini, peneliti melakukan persiapan-persiapan yang berkaitan dengan setting Role Play dan atributnya.
b. Menjelaskan tujuan dan aturan permainan.
c. Memberikan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, membimbing cara pengucapkannya beberapa kali dan sekaligus menjelaskan penggunaannya. Ini dilakukan dengan maksud agar siswa merasa percaya diri menggunakan ungkapan-ungkapan itu dalam Role Play.
d. Memilih musik yang sesuai sebagai background suara agar suasana tampak rileks sehingga dapat mengurangi ketegangan siswa.

TINDAKAN
Siswa diminta memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan selama kurang lebih 50 menit. Untuk 5 menit pertama, peneliti membuat persiapan-persiapan sebagai setting Role Play, misalnya menata kelas, membuat atribut dan menceriterakan kepada siswa peran yang akan dimainkan. 5 menit berikutnya, peneliti menjelaskan tujuan dan aturan permainan. Kemudian 15 menit selanjutnya ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di papan, sekaligus dijelaskan oleh peneliti fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menirukan cara melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang akan dipakai.
Untuk topik-toprk yang lebih rumit,kegiatan ini kadang-kadang membutuhkan lebih dari 15 menit. Selanjutnya setelah siswa merasa jelas, peneliti meminta siswa memperaktikkan Role Play selama kurang lebih 25 menit dalam kelompok. Pada saat siswa bermain Role Play, peneliti membunyikan musik sebagai background suara dengan volume tertentu.
Peneliti selanjutnya memantau jalannya Role Play sambil memberikan bantuan kepada siswa. Untuk kesalahan-kesalahan yang bersifat umum, artinya dilakukan hampir seluruh siswa, peneliti menjelaskan kembali secara klasikal. Sementara kesalahan yang bersifat individu atau kelompok, peneliti langsung memberikan penjelasan pada individu atau kelompok itu.

PENGAMATAN
Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Tabel benkut ini menunjukkan jumlah rata-rata respon siswa dari 3 angket yang telah disebarkan selama pelaksanaan siklus sedang 1. Dari 41 jumlah didapatkan data seperti pada Tabel 1. Data Tabel 1 di-checkcross-kan dengan Lembar Observasi Aktivitas dalam KBM yang dilakukan oleh kolaborator, dan didapatkan data:
1. Peneliti merasa kesulitan membuat gambar atau media lain untuk kata-kata tertentu sehingga kata-kata itu langsung diterjemahkan. Hal yang demikian ini mengakibatkan sebanyak 64 % siswa merasa kesulitan memahami arti kosa kata meskipun sudah diartikan kedalam bahasa Indonesia.
2. Peneliti sudah memberi contoh cara melafalkan ungakapan-ungkapan yang dipakai namun tidak banyak memberi penekanan sehingga mengakibatkan sebanyak 61% siswa merasa kesulitan mengucapkan ungkapan-uangkapan itu saat mempraktikkan Role Play.

TABEL : 1

No. JUMLAH URAIAN
1 64 % Siswa Menyatakan merasa kesulitan dalam memahami arti kosa kata yang terdapat dalam Role Play
2 26 % Siswa Menyatakan bahwa kosa kata yang sukar jumlahnya sedikit.

3 58 % Siswa Menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play

4 61 % Siswa Menyatakan merasa kesulitan mengucapkan ungkapan-ungkapan itu
5 76 % Siswa Menyatakan merasa sudah jelas dengan aturan Role Play

6 79 % Siswa Menyatakan merasa jelas dengan contoh yang telah diberikan oleh guru.

7 76 % siswa Menyatakan merasa senang belajar bahasa Inggris melalui Role Play

8 59 % Siswa Menyatakan merasa sulit bermain Role Play




2. REFLEKSI

Sementara itu, hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklusI sebagaimana di bawah ini:

Pada awal pelaksanaan siklus I tampaknya sebagian besar siswa masih merasa canggung (tidak percaya diri) melakukan praktik bahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris). Sebagai gantinya, siswa banyak melakukannya dengan cara melihat pekerjaan teman-temannya. Kondisi yang demikian ini terjadi karena siswa belum terbiasa melakukan Role Play. Kemungkinan lain, kurangnya penekanan pada latihan melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Play sehingga siswa merasa malu. Masalah ini (percaya diri siswa) akan mendapat perhatian peneliti untuk pelaksanaan siklusberikutnya.
Di samping melihat pekerjaan teman-temannya, untuk mendapatkan dan memberi infromasi yang semestinya dilakukan dengan cara bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris, banyak siswa yang masih menggunakan bahasa daerah. Misalnya, untuk meminta perhatian seseorang, minta maaf, menyuruh orang lain mengulang apa yang ia katakan. Padahal, untuk tujuan ini mereka sebenarnya dapat saja melakukan dalam bahasa Inggris dengan cara melihat ungkapan-ungkapan itu yang masih tertera di papan tulis. Keadaan seperti ini banyak dipengaruhi oleh ketidak biasaan mereka berbicara dalam bahasa Inggris sehingga mereka enggan melakukannya. Pada pelaksanaan siklus selanjutnya agar keadaan ini tidak terulang lagi siswa banyak dibekali cara melafalkan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, dan siswa sering diingatkan agar mereka tidak canggung dan ragu-ragu lagi.
Sebagian besar siswa merasa sulit beradaptasi dengan Setting Role Play yang dipersiapkan sepenuhnya oleh peneliti. Keadaan ini akan mendapat perhatian peneliti pada pelaksanaan siklusberikutnya. Misalnya, dengan memberitahukan terlebih dahulu tentang setting Role Play untuk pertemuan berikutnya, kemudian memberi penugasan kepada siswa untuk membuat persiapan-persiapan setting Role Play sebagaimana yang dikehendaki.

SiklusII
PERENCANAAN
Siklus II terdiri dan 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit. Materi yang diberikan adalah: Asking where places are 1, Asking where places are 2, Asking for things in a shop, Shopping around, Describing feelings, Talking about habits and hobbies.

Langkah-langkah yang ditempuh pada perencanaan siklus II adalah:
1. Memberikan setting Role Play terlebih dahulu untuk perternuan berikutnya, dan memberikan penugasan kepada siswa untuk mempersiapkan setting itu.m
2. enjelaskan dan menegaskan kembali kepada siswa tujuan dan aturan permainan agar siswa tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya. Melainkan bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris untuk mendapatkan dan memberi informasi.
3. Melatih siswa melafalkan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play beberapa kali, dan sekaligus menjelaskan kegunaannya serta memberikan contoh agar mereka menjadi jelas dan percaya diri disamping untuk meningkatkan fluency siswa.
4. Memperpanjang waktu bermain Role Play, semula 50 menit menjadi 60 menit.
5. Memilih jenis musik yang sesuai sebagai backround.

Tindakan
Siswa diminta kembali memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan selama kurang lebih 60 menit. Untuk 5 menit pertama, siswa membuat persiapan-persiapan sebagai setting Role Play sebagaimana yang telah diberitahukan terlebih dahulu dan ditugaskan oleh peneliti. Siswa tampaknya lebih mudah beradaptasi dengan setting yang telah mereka persiapkan sendiri. 5 menit berikutnya, peneliti, menjelaskan tujuan dan aturan permainan. Pada bagian ini peneliti mengingatkan dan menekankan kepada siswa untuk melakukan Role Play sebagaimana prosedurnya, dan bukan melihat pekerjaan temannya. Kemudian 15 menit selanjutnya ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di papan, sekaligus dijelaskan oleh peneliti fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menirukan cara melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata beberapa kali hingga siswa merasa jelas. Selanjutnya setelah siswa merasa jelas, peneliti meminta siswa mempraktikan Role Play selama kurang lebih 35 menit dalam kelompok. Pada saat siswa bermain Role Play, peneliti membunyikan musik sebagai background suara dengan volume tertentu.
Peneliti selanjutnya memantau jalannya Role Play, dan masih memberikan bantuan kepada siswa. Untuk kesalahan-kesalahan yang bersifat umum, kesalahan itu dijelaskan kembali secara klasikal. Sementara kesalahan yang bersifat individu atau kelompok, dijelaskan pada saat kesalahan itu terjadi. Namun demikian, koreksi yang diberikan tidak menjadikan siswa down.



PENGAMATAN
Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Data yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan dan peningkatan di beberapa hal.

Dari semula 64% siswa yang menyatakan merasa kesulitan memahami arti kosa kata dalam Role Play, kini turun menjadi 51%. Ini dikarenakn peneliti tidak langsung mengartikan kata-kata itu tapi menggunakan gambar atau realia dan mungkin gesture. Sehingga gambar dan gesture itu dapat dijadikan siswa sebagai alat cantolan untuk menambatkan kata-kata dalam benak mereka. Semula 58% siswa yang menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, kini meningkat menjadi 70%. Ini disebabkan guru banyak melatih siswa melafalkan ungkapan-ungkapan itu. Disamping itu, siswa juga sudah mulai terbiasa bermain Role Play sehingga mereka juga terbiasa melakukan tanya dan jawab dalam bahasa Inggris. Demikian pula yang menyatakan senang bermain Role Play, semula dari 76% meningkat menjadi 82%. Sementara itu, jumlah siswa yang menyatakan sulit bermain Role Play kini turun, semula 59 % menjadi 41 %. Ini tidak lain karena siswa sudah terkondisi bermain Role Play.

REFLEKSI
Hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklusII adalah sebagai berikut:
1. Rasa percaya diri siswa selama pelaksanaan siklusII tampak lebih baik dibandingkan pada siklus sebelumnya. Banyak siswa yang tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya untuk mendapatkan dan memberi informasi. Melainkan mereka lakukan dengan bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris kendatipun cara melafalkannya (fluency) masih belum baik. Ini dikarenakan sikap peneliti yang sering membantu siswa melafalkan dan sekaligus menjelaskan fungsi ungkapan-ungkapan yang dipakai. Perpanjangan waktu untuk memperaktikkan Role Play tenyata dapat mempengaruhi rasa percaya diri siswa karena siswa merasa lebih leluasa dan lebih lama melakukan praktik bahasa.
2. Jumlah siswa yang menggunakan bahasa daerah saat mereka memperaktikkan Role Play berkurang. Untuk menyuruh temannya mengulang, misalnya, siswa menggunakan ungkapan "What?". Sementara untuk ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, mereka tidak ragu lagi menggunakannya walaupun pronounciation-nya masih belum baik. Ini dikarenakan siswa sudah mulai terkondisi betul dengan permainan Role Play.
3. Role Play yang dimainkan dalam kelompok besar, lebih dari 6 siswa, suasananya tampak lebih meriah dari pada jika dimainkan dalam kelompok kecil, yang dimainkan hanya 2 siswa atau kurang dari 6 siswa. Faktor ini ternyata dapat mempengaruhi keberanian dan rasa percaya diri siswa sekaligus dapat mempertahankan siswa untuk tetap melakukan praktik (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris). Ini dikarenakan bila Role Play dimainkan dalam kelompok besar, siswa dapat memilih patner mereka sesuka hati. Berbeda dengan jika dimainkan dalam kelompok kecil. Dalam kelompok kecil, siswa melakukan hanya terbatas kepada teman sebangkunya saja. Pada siklusberikutnya, pemilihan topik Role Play akan dipertimbangkan dengan kelompok besar.

Siklus III
PERENCANAAN
Siklus III terdiri dari 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit. Materi yang akan diberikan antara lain: Asking for and giving permission. Talking about likes and dislikes. Describing places. Describing houses, Asking about travelling to work.
Langkah-langkah yang diberikan pada perencanaan siklus III sebagai berikut:
1. Memilih materi-materi Role Play yang dimainkan dalam kelompok besar. Ini dimaksudkan agar rasa percaya diri dan fluency siswa lebih meningkat. Dengan cara ini siswa dapat menentukan pasangannya secara bergantian, dan dengan cara ini pula siswa dapat melatih rasa percaya diri mereka kepada teman-temannya. Disamping itu, mereka juga dapat mengukur fluency mereka dibanding dengan teman-temannya.
2. Menambah waktu bermain Role Play, semula 60 menit menjadi 75 menit. Ini dimaksudkan agar siswa lebih lama melakukan peraktik bahasa bersama teman-temannya.
3. Memilih jenis musik yang sesuai sebagai background.

PELAKSANAAN
Siswa diminta kembali memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan selama kurang lebih 75 menit. Untuk 5 menit pertama, siswa membuat persiapan-persiapan sebagai setting Role Play sebagaimana yang telah dilakukan pada siklus sebelumnya. 5 menit berikutnya, peneliti menjelaskan tujuan dan aturan permainan. Pada bagian ini peneliti menekankan kembali kepada siswa untuk melakukan Role Play sebagaimana prosedurnya, dan bukan melihat pekerjaan temannya. Kemudian 15 menit selanjutnya ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di papan, sekaligus dijelaskan oleh peneliti fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menirukan cara melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang akan dipakai beberapa kali hingga siswa merasa jelas. Selanjutnya, peneliti meminta siswa mempraktikkan Role Play selama kurang lebih 50 menit dalam kelompok besar. Pada saat siswa bermain Role Play, peneliti membunyikan musik sebagai background suara dengan volume tertentu.
Peneliti selanjutnya masih tetap memantau jalannya Role Play sambil memberikan bantuan kepada siswa.


PENGAMATAN
Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Data yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan dan peningkatan di beberapa hal.
Dari semula 51% siswa yang menyatakan merasa kesulitan memahami arti kosa kata dalam Role Play, kini menjadi 31%. Ini dikarenakan kosa kata yang dipakai dalam Role Play banyakyang dikenal oleh siswa, ditambah lagi peneliti lebih banyak menggunakan gambar, realia dan mungkin gesture untuk membantu siswa memahami artinya. Dari 70% siswa pada siklus sebelumnya yang menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, kini meningkat menjadi 87%. Kondisi yang demikian ini banyak dipengaruhi oleh latihan melafalkan ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris pada siklus-siklus sebelumnya. Demikian pula yang menyatakan senang bermain Role Play, semula dari 82% meningkat menjadi 91%. Yang demikian ini karena bermain merupakan kegiatan yang disukai siswa SLTP Jadi, wajar kenaikan itu drastis. Sementara itu, jumlah siswa yang menyatakan sulit bermain Role Play kini turun, semula 41% menjadi 23%. Ini tidak lain karena siswa sudah terkondisi bermain Role Play. Mereka sudah terbiasa dengan tujuan dan aturan-aturannya. Mereka juga tahu apa yang harus diperbuat dan harus mereka katakan.



REFLEKSI
Hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklusIII adalah sebagai berikut:
1. Selama pelaksanaan siklusIII, keberanian dan rasa percaya diri siswa benar benar tampak. Sebagian besar siswa, sekitar 90%, tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya untuk mendapatkan dan memberi informasi. Melainkan mereka lakukan dengan cara bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris. Fluency mereka juga tampak lebih baik dibandingkan siklus sebelumnya karena ungkapan-unkapan yang dipakai sudah banyak dikenal oleh siswa. Demikian pula pada accuracy siswa. Karena materi yang dipilih merupakan materi Role Play yang dimainkan pada kelompok besar, sehingga siswa dapat melakukan praktik bahasa (bertanya dan menjawab melalui Role Play).
2. Pada akhir pelaksanaan siklus III penggunaan bahasa daerah sudah tampak berkurang. Misalnya jika mereka mengatakan sesuatu yang salah, mereka mengucapkan "I'm sorry" atau minimal "Sorry", dan bukannya "Eh" dalam bahasa daerah. Jika mereka meminta perhatian orang lain, mereka mengatakan "Excuse me!", bukan "numpang" dalam bahasa daerah. Dan begitu seterusnya untuk ungkapan-ungkapan seperti, "Thank you", "That's OK". Siswa begitu fasih menggunakannya karena mereka sudah terbiasa.


















BAB IV
KESIMPULAN dan REKOMENDASI

A. KESIMPULAN
Salah satu variasi pembelajaran bahasa Inggris untuk siswa SLTP adalah pembelajaran bahasa Inggris melalui Role Play. Role Play sebaiknya dipersiapkan dan dirancang dengan baik. Dalam memberikan Role Play sebagai kegiatan pembelajaran bahasa Inggris, guru sebaiknya memperhatikan level siswa, utamanya pada pemilihan materi. Role Play yang terlalu tinggi bagi siswa dapat mempengaruhi psikologi siswa. Setting, tujuan dan aturan permainan dalam Role Play harus disampaikan agar dapat menumbuhkan rangsangan tersendiri bagi siswa. Siswa akan lebih bergairah bermain Role Play karena mereka sadar dan menganggap itu suatu kebutuhan. Jika perlu siswa juga dapat diberdayakan misalnya, dalam pembuatan setting Role Play. Karena Role Play yang baik adalah Role Play yang mampu memberdayakan sekaligus membuat siswa aktif. Dengan cara demikian siswa akan terlatih melakukan praktik-praktik bahasa, saling berinteraksi menggunakan bahasa Inggris bersama teman-temannya tanpa mereka sadari sebelumnya.

B. REKOMENDASI
Guru sebaiknya dalam melakukan pengajaran bahasa Inggris di kelas tidak harus selalu berorientasi pada perolehan hasil Ujian akhir semester sebagai tujuannya. Ada yang lebih menantang, bagaimana membekali siswa dengan keterampilan-keterampilan yang lebih menjanjikan bagi kehidupannya kelak, yang sangat dibutuhkan pada era globalisasi nanti. Ketrampilan itu tidak lain adalah keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris. Untuk dapat memenuhi tujuan itu, guru seyogyanya lebih kreatif menjadikan pembelajaran tampak lebih hidup, nyata dan lebih bermakna, dan salah satunya melalui Role Play. Belajar adalah proses, dan butuh kesabaran di pihak kita.
DAFTAR PUSTAKA

Bobby DePorter, dkk. 2000. Quantum teaching. Bandung: Kaifa.
Bobby DePorter dan Mike Hemacki, dkk. 2000. Quantum learning. Bandung: Kaifa.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. GBPP bahasa Inggris SLTP 1994. Jakarta: Bidang Dikmenum Kanwil Dikbud Propinsi Jawa Timur.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Contextual teaching and learning. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
Hadfield, J. 1986. Harap's communication games. Australia: Thomas Nelson and Son Ltd.
Hasman, M. A. 2000. The importance of English. Washington: English Teaching Forum.
Mulyasa, E. 2002. Kurilculum berbasis kompetensi: Konsep, karakteristik, dan implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sardiman A.M. 2001. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Rajawali Press.
Basri, S. 2000. Teaching speaking. Makalah disampaikan pada Penataran Instruktur Guru Bahasa Inggris SLTP Swasta tanggal 8 - 19 Pebruari 2000 di Jakarta.

interview, questionaire, field notes, skala penilaian dan intsrumen lain berupa perangkat elektronika


Baca Selanjutnya...

Cara Cepat Menyusun Skripsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar “lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi”.

Saya juga sering mendapat kiriman pertanyaan tentang bagaimana menyusun skripsi dengan baik dan benar. Ada juga beberapa yang menanyakan masalah teknis tertentu dengan skripsinya. Karena keterbatasan waktu, lebih baik saya jawab saja secara berjamaah di sini. Sekalian supaya bisa disimak oleh audiens yang lain.

Karena target pembacanya cukup luas dan tidak spesifik, maka tulisan ini akan lebih memaparkan tentang konsep dan prinsip dasar. Tulisan ini tidak akan menjelaskan terlalu jauh tentang aspek teknis skripsi/penelitian. Jadi, jangan menanyakan saya soal cara menyiasati internal validity, tips meningkatakan response rate, cara-cara dalam pengujian statistik, bagaimana melakukan interpretasi hasil, dan seterusnya. Itu adalah tugas pembimbing Anda. Bukan tugas saya.

Apa itu Skripsi
Saya yakin (hampir) semua orang sudah tahu apa itu skripsi. Seperti sudah dituliskan di atas, skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3).

Ada beberapa syarat yang musti dipenuhi sebelum seorang mahasiswa bisa menulis skripsi. Tiap universitas/fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri, tetapi umumnya persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester tersebut minimal 2.00, dan seterusnya. Anda mungkin saat ini belum “berhak” untuk menulis skripsi, akan tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkan segalanya sejak awal.

Skripsi tersebut akan ditulis dan direvisi hingga mendapat persetujuan dosen pembimbing. Setelah itu, Anda harus mempertahankan skripsi Anda di hadapan penguji dalam ujian skripsi nantinya. Nilai Anda bisa bervariasi, dan terkadang, bisa saja Anda harus mengulang skripsi Anda (tidak lulus).

Skripsi juga berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3 memang diharuskan untuk menemukan dan menjelaskan teori baru. Sementara untuk tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1, skripsi adalah “belajar meneliti”.

Jadi, skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat.

Miskonsepsi tentang Skripsi
Banyak mahasiswa yang merasa bahwa skripsi hanya “ditujukan” untuk mahasiswa-mahasiswa dengan kecerdasan di atas rata-rata. Menurut saya pribadi, penulisan skripsi adalah kombinasi antara kemauan, kerja keras, dan relationships yang baik. Kesuksesan dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau tinggi/rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Seringkali terjadi mahasiswa dengan kecerdasan rata-rata air lebih cepat menyelesaikan skripsinya daripada mahasiswa yang di atas rata-rata.

Masalah yang juga sering terjadi adalah seringkali mahasiswa datang berbicara ngalor ngidul dan membawa topik skripsi yang terlalu muluk. Padahal, untuk tataran mahasiswa S1, skripsi sejatinya adalah belajar melakukan penelitian dan menyusun laporan menurut kaidah keilmiahan yang baku. Skripsi bukan untuk menemukan teori baru atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1 sebenarnya replikasi adalah sudah cukup.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua pendekatan yang berbeda: pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis. Pendekatan saintifik (scientific approach) biasanya mempunyai struktur teori yang jelas, ada pengujian kuantitif (statistik), dan juga menolak grounded theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis (naturalist approach) umumnya tidak menggunakan struktur karena bertujuan untuk menemukan teori, hipotesis dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak menggunakan metode eksploratori, dan sejalan dengan grounded theory.

Mana yang lebih baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer). Jadi, tidak perlu minder jika Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman Anda menggunakan pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika menggunakan pendekatan tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk daripada menggunakan pendekatan yang lain.

Hal-hal yang Perlu Dilakukan
Siapkan Diri. Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri. Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin menulis skripsi. Persiapkan segalanya dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun.

Minta Doa Restu. Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

Buat Time Table. Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi harus sudah benar-benar selesai.

Berdayakan Internet. Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda. Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest.

Jadilah Proaktif. Dosen pembimbing memang “bertugas” membimbing Anda. Akan tetapi, Anda tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, “mengejar” untuk bimbingan, dan seterusnya.

Be Flexible. Skripsi mempunyai tingkat “ketidakpastian” tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik. Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya. Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang demikian itu.

Jujur. Sebaiknya jangan menggunakan jasa “pihak ketiga” yang akan membantu membuatkan skripsi untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda.

Siapkan Duit. Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan?

Tahap-tahap Persiapan
Kalau Anda beruntung, bisa saja dosen pembimbing sudah memiliki topik dan menawarkan judul skripsi ke Anda. Biasanya, dalam hal ini dosen pembimbing sedang terlibat dalam proyek penelitian dan Anda akan “ditarik” masuk ke dalamnya. Kalau sudah begini, penulisan skripsi jauh lebih mudah dan (dijamin) lancar karena segalanya akan dibantu dan disiapkan oleh dosen pembimbing.

Sayangnya, kebanyakan mahasiswa tidak memiliki keberuntungan semacam itu. Mayoritas mahasiswa, seperti ditulis sebelumnya, harus bersikap proaktif sedari awal. Jadi, persiapan sedari awal adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.

Idealnya, skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal.

Dalam mencari referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas, maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas.

Unsur kekinian juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi topik-topik lawas, penguji biasanya sudah “hafal di luar kepala” sehingga akan sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya.

Kedua, jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980.

Salah satu tahap persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak selalu harus ditulis secara “baku”. Bisa saja ditulis secara garis besar (pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.

Kiat Memilih Dosen Pembimbing
Dosen pembimbing (academic advisor) adalah vital karena nasib Anda benar-benar berada di tangannya. Memang benar bahwa dosen pembimbing bertugas mendampingi Anda selama penulisan skripsi. Akan tetapi, pada prakteknya ada dosen pembimbing yang “benar-benar membimbing” skripsi Anda dengan intens. Ada pula yang membimbing Anda dengan “melepas” dan memberi Anda kebebasan. Mempelajari dan menyesuaikan diri dengan dosen pembimbing adalah salah satu elemen penting yang mendukung kesuksesan Anda dalam menyusun skripsi.

Tiap universitas/fakultas mempunyai kebijakan tersendiri soal dosen pembimbing ini. Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing yang Anda inginkan. Tapi ada juga universitas/fakultas yang memilihkan dosen pembimbing buat Anda. Tentu saja lebih “enak” kalau Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing untuk skripsi Anda.

Lalu, bagaimana memilih dosen pembimbing yang benar-benar tepat?

Secara garis besar, dosen bisa dikategorikan sebagai: (1) dosen senior, dan (2) dosen junior. Dosen senior umumnya berusia di atas 40-an tahun, setidaknya bergelar doktor (atau professor), dengan jam terbang yang cukup tinggi. Sebaliknya, dosen junior biasanya berusia di bawah 40 tahun, umumnya masih bergelar master, dan masih gampang dijumpai di lingkungan kampus.

Tentu saja, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai contoh, kalau Anda memilih dosen pembimbing senior, biasanya Anda akan mengalami kesulitan sebagai berikut:

Proses bimbingan cukup sulit, karena umumnya dosen senior sangat perfeksionis.
Anda akan kesulitan untuk bertemu muka karena umumnya dosen senior memiliki jam terbang tinggi dan jadwal yang sangat padat.
Tapi, keuntungannya:

Kualitas skripsi Anda, secara umum, akan lebih memukau daripada rekan Anda.
Anda akan “tertolong” saat ujian skripsi/pendadaran, karena dosen penguji lain (yang kemungkinan masih junior/baru bergelar master) akan merasa sungkan untuk “membantai” Anda.
Dalam beberapa kasus, bisa dipastikan Anda akan mendapat nilai A.
Sebaliknya, kalau Anda memilih dosen pembimbing junior, maka Anda akan lebih mudah selama proses bimbingan. Dosen Anda akan mudah dijumpai di lingkungan kampus karena jam terbangnya belum terlalu tinggi. Dosen muda umumnya juga tidak “jaim” dan “sok” kepada mahasiswanya.

Tapi, kerugiannya, Anda akan benar-benar “sendirian” ketika menghadapi ujian skripsi. Kalau dosen penguji lain lebih senior daripada dosen pembimbing Anda, bisa dipastikan Anda akan “dihajar” cukup telak. Dan dosen pembimbing Anda tidak berada dalam posisi yang bisa membantu/membela Anda.

Jadi, hati-hati juga dalam memilih dosen pembimbing.

Format Skripsi yang Benar
Biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut.

Pendahuluan. Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini.

Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang “gagal” menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung.

Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya.

Hasil Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan.

Penutup. Berisi ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai pada penelitian ini.

Jangan lupa untuk melakukan proof-reading dan peer-review. Proof-reading dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda).

Beberapa Kesalahan Pemula
Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami.

Tujuan Riset & Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis “sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan” sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1.

Bab I: Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak. Padahal, menurut saya, bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses)

Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan.

Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang menarik dan memungkinkan untuk diuji. Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar habis-habisan.

Keterbatasan & Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan “kemalasan riset”. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu.

Kontribusi Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor. Kontribusi riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor.

Menghadapi Ujian Skripsi
Benar. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi.

Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam.

Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis.

Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah “konfirmasi” atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well.

Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah “lubang jebakan” agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji.

Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu.

Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A.

Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.

Pasca Ujian Skripsi
Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal revisi, bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini Anda inginkan.

Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya?

Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3. Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini.

Bukan apa-apa, saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan arif dalam menciptakan serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan.

Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah kan?


Baca Selanjutnya...

MENGENAL E-LEARNING

Asep Herman Suyanto
asep_hs@yahoo.com
mendefinisikan e-learning sebagai sembarang
pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN,
atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada
pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang
dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002)
mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat
elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan
kebutuhannya. Atau e-learning didefinisikan sebagai berikut : e-Learning is a generic
term for all technologically supported learning using an array of teaching and
learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite
transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided
instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan
Librero, 2002).
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan
teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga
(2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai
hakekat e-learning. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e”
atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk
segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat
teknologi elektronik internet.


Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah
sebahagian dari media elektronik yang digunakan Pengajaran boleh disampaikan
secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada
waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui
media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus
menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional dalam
bidangnya.
Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas
‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk
menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran
‘e-learning’ fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan
bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan
‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya.
Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri.
Page 2
Copyright © 2005 http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id/
Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti
sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan
wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, e-
learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan
secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat
memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian
terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat
menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti
menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model
belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan
gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan
memberi hasil yang lebih baik.
Sedangkan Karakteristik e-learning, antara lain. Pertama, Memanfaatkan jasa
teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan
sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh
hal-hal yang protokoler. Kedua, Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media
dan computer networks). Ketga, Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self
learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa
kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya. Keempat,
Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal
yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, Onno W.
Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-
learning, yaitu : sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan
memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada,
dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem
e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses
belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya. Syarat
personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang
guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan
interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu
segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah
berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan
kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya.
Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh
pengajar atau pengelola.
Teknologi Pendukung E-Learning
Dalam prakteknya e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu
dikenal istilah: computer based learning (CBL) yaitu pembelajaran yang sepenuhnya
menggunakan komputer; dan computer assisted learning (CAL) yaitu pembelajaran
yang menggunakan alat bantu utama komputer.
Page 3
Copyright © 2005 http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id/
Teknologi pembelajaran terus berkembang. Namun pada prinsipnya teknologi
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Technology based learning dan
Technology based web-learning. Technology based learning ini pada prinsipnya
terdiri dari Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone)
dan Video Information Technologies (video tape, video text, video messaging).
Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah Data Information
Technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah
kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video).
Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education),
dimasudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan
teknologi e-learning ini.
Di antara banyak fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima
aplikasi standar internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu e-
mail, Mailing List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World
Wide Web (WWW)”.
Sedangkan Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada
dalam e-learning. Pertama, e-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu
memperbaiki
secara
cepat,
menyimpan
atau
memunculkan
kembali,
mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Kedua, e-learning
dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar
teknologi internet. Ketiga, e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang
paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradikma tradisional dalam
pelatihan.
Ada beberapa alternatif paradigma pendidikan melalui internet ini yang salah
satunya adalah system “dot.com educational system” (Kardiawarman, 2000).
Paradigma ini dapat mengitegrasikan beberapa system seperti, Pertama, paradigma
virtual teacher resources, yang dapat mengatasi terbatasnya jumlah guru yang
berkualitas, sehingga siswa tidak haus secara intensif memerlukan dukungan guru,
karena peranan guru maya (virtual teacher) dan sebagian besar diambil alih oleh
system belajar tersebut. Kedua, virtual school system, yang dapat membuka peluang
menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang tidak memerlukan
ruang dan waktu. Keunggulan paradigma ini daya tampung siswa tak terbatas. Siswa
dapat melakukan kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana saja. Ketiga,
paradigma cyber educational resources system, atau dot com leraning resources
system. Merupakan pedukung kedua paradigma di atas, dalam membantu akses
terhadap artikel atau jurnal elektronik yang tersedia secara bebas dan gratis dalam
internet.
Penggunaan e-learning tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet. Menurut
Williams (1999). Internet adalah ‘a large collection of computers in networks that
are tied together so that many users can share their vast resources’.
Page 4
Copyright © 2005 http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id/
Pengembangan Model
Pendapat Haughey (1998) tentang pengembangan e-learning. Menurutnya ada
tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu
web course, web centric course, dan web enhanced course.
Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang
mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya
tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan
kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan
kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara
belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampikan
melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi.
Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari
materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan
untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta
didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari
melalui internet tersebut.
Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang
peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah
untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar,
sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain.
Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari
informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs
yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang
menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan
kecakapan lain yang diperlukan.
Kelebihan dan Kekurangan E-Learning
Petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan
terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini,
1997), antara lain. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan
siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau
kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak,
tempat dan waktu. Kedua, Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau
petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya
bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. Ketiga, Siswa dapat
belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan
mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. Keempat, Bila siswa memerlukan
tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat
melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik guru maupun siswa
dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta
yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Ketujuh,
Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi
atau sekolah konvensional.
Page 5
Copyright © 2005 http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id/
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning
juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam,
1997), antara lain. Pertama, Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan
antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya
values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan
aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek
bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan
daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai
teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran
yang menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang
tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.
Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet.
Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.
REFERENSI
Antonius Aditya Hartanto dan Onno W. Purbo, E-Learning berbasis PHP dan
MySQL, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002.
Asep Saepudin, Penerapan Teknologi Informasi Dalam Pendidikan Masyarakat,
Jurnal Teknodik, Edisi No.12/VII/Oktober/2003.
Budi Rahardjo, Proses e-Learning di Perguruan Tinggi, Seminar & Workshop, ITB,
11 Desember 2003.
___________, Internet Untuk Pendidikan, http://budi.insan.com/, 2001.
___________, Pemanfaatan Teknologi Informasi di Perguruan Tinggi,
Dipresentasikan pada acara “Sosialisasi Mengenai Implementasi Penerapan UU
No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta; Pemerintah Sebagai Panutan Dalam
Ketaatan Lisensi Peranti Lunak”, Tim Koordinasi Telematika Indonesia,
Novotel Coralia Hotel, Bogor, 9 Maret 2004.
Jaya Kumar C. Koran, Aplikasi ‘E-Learning’ Dalam Pengajaran Dan Pembelajaran
Di Sekolah-Sekolah Malaysia: Cadangan Perlaksanaan Pada Senario Masa Kini,
Pasukan Projek Rintis Sekolah Bestari Bahagian Teknologi Pendidikan,
Kementerian Pendidikan Malaysia.
Oos M. Anwas, Model Inovasi E-Learning Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan, Jurnal Teknodik, Edisi No.12/VII/Oktober/2003.
Romi Satria Wahono, Strategi Baru Pengelolaan Situs eLearning Gratis,
http://www.ilmukomputer.com/, 2003.
Soekartawi, Prinsip Dasar E-Learning: Teori Dan Aplikasinya Di Indonesia, Jurnal
Teknodik, Edisi No.12/VII/Oktober/2003.

Baca Selanjutnya...